Kamis, 19 Agustus 2010

CATATAN RINGKAS

(Atas Naskah Para Peserta Sayembara)
Oleh Iwan Gunadi

Lumayan menggembirakan ketika cukup banyak mahasiswa peserta sayembara menulis esai ini memahami tema “hak asasi manusia (HAM)” tidak secara sempit, yakni hanya di wilayah politik. Meski begitu, sebagian besar mahasiswa lebih menyukai tema-tema besar dengan pembahasan yang terlalu umum. Kondisi seperti itu membuat banyak tulisan tak mampu mendalami tema secara tajam dan menukik.

Membingkai HAM dalam tema-tema kecil dan membumi merupakan upaya yang langka dalam sayembara menulis esai kali ini. Gagasan segar atau sekurangnya perspektif yang berbeda dalam memandang HAM dan peran mahasiswa sebagai pembela HAM juga tak mudah ditemukan. Fakta tersebut menunjukkan bahwa pemahaman para mahasiswa peserta sayembara ini terhadap tema yang ditentukan panitia masih terlalu formal, kaku, dan teoretis. Eksplorasi dan penjelajahan pemikiran di bawah payung tema itu masih sangat terengah-engah dilakukan mereka. Kenyataan tersebut dapat dipahami kalau kita memperhatikan masih sangat terbatasnya materi kepustakaan yang mampu mereka jangkau. Yang lebih memrihatinkan, dari materi kepustakaan yang mereka rujuk, sebagian besar berasal dari website atau weblog yang tak begitu dapat dipastikan kesahihan atau keakuratan informasi dan datanya. Apalagi, sumber-sumber dari dunia maya itu pun umumnya tak disebutkan secara rinci oleh mereka.

Kekecewaan juga tak sungguh-sungguh dapat ditepiskan ketika banyak mahasiswa terlalu asyik membahas HAM, sehingga lupa mengaitkannya dengan peran mahasiswa sebagai pembela HAM. Ada beberapa tulisan yang menarik tentang HAM terpaksa disingkirkan karena para penulisnya benar-benar melupakan peran mahasiswa seperti itu.

Kemampuan menulis merupakan persoalan besar lain yang dihadapi banyak mahasiswa peserta sayembara ini. Cara berpikir yang tak tertib dan sistematis yang ditunjukkan banyak tulisan membuktikan bahwa kemampuan menulis mereka masih direcoki problem mendasar tersebut. Belum lagi persoalan berbahasa yang mewadahi cara berpikir mereka. Mulai dari problem ketaktepatan penggunaan tanda baca, ketakcermatan penerapan ejaan, kesalahan penulisan kata, keterbatasan kosa kata, keruwetan sintaksis, hingga keberjejalan alenia.

Pemahaman para mahasiswa peserta sayembara ini terhadap apa yang disebut sebagai “esai” pun stereotif. Hampir semua peserta tak memahami esai sebagai suatu surat upaya yang khas, yang mencoba mempermainkan pikiran dan perasaan pembaca dengan logika dan imajinasi yang mengggoda serta tak berpretensi menyelesaikan masalah—sekurangnya tak berpretensi menawarkan solusi tunggal yang memaksa pembaca taklid dan pasrah. Hampir semua peserta cenderung memahami esai sebagaimana mereka menulis karya ilmiah atau sekurangnya karya ilmiah popular yang tetap patuh pada paradigma berpikir yang ilmiah pula, walaupun pemahaman ini pun tak mampu dituntaskan secara pas oleh kebanyakan peserta. Tak heran jika hampir semua peserta mengimbuhi tulisan mereka dengan judul-judul yang bergaya ilmiah pula. Teori dan catatan kaki pun ditebar di mana-mana. Saya tak tahu pasti apakah panitia juga memiliki pemahaman seperti itu atau sebaliknya ketika mencantumkan kata esai pada nama sayembara menulis ini. Dari keraguan tersebut, saya mengambil jalan tengah di antara kedua pemahaman itu,tapi dengan tetap mengedepankan pemahaman pertama.

Para pemenang dan nominator sayembara menulis ini, terutama kelompok pertama, mencoba berkelit dari berbagai keterbatasan yang dipaparkan di atas. Meski begitu, kalau tulisan-tulisan mereka mau dibukukan, kerja penyuntingan yang lumayan berat, terutama untuk tulisan-tulisan nominator, harus ditempuh.

Meski judulnya terkesan seperti karya ilmiah, pemenang pertama sayembara ini mampu menulis esai yang memikat dalam pemahaman pertama itu. Gagasan yang ditawarkannya pun lumayan segar, yakni bagaimana para mahasiswa yang mencoba menjadi pembela HAM memanfaatkan kearifan lokal masyarakat Sunda sebagai titik pijak. Tawaran ini seperti ingin menegasikan pandangan bahwa HAM hanya bermula dan menjadi tradisi masyarakat Barat. Cara penyajian yang runtut serta cara berbahasa yang segar, lincah, plus kosa kata yang lumayan kaya menjadi kelebihan lain esai sang kampiun ini.

Tangerang, 17 Agustus 2010-08

Tertanda,

Iwan Gunadi
Salah Seorang Juri

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites