CATATAN
DEWAN JURI
SAYEMBARA
CERPEN BELISTRA 2013
Hal pertama yang
membuat Dewan Juri tersintak adalah surat pengantar dari Panitia: “Naskah yang kami terima
lebih dari 500 (lima ratus) naskah. Namun, setelah kami jaring, naskah yang
diikutsertakan dalam penjurian sebanyak 431 (Empat Ratus Tiga Puluh Satu).” Kami tersintak lantaran
gembira, di samping tak memungkiri terbayang kerja keras yang menanti. Apalagi
dalam lomba macam ini, Dewan Juri akan berhadapan langsung dengan layar
komputer atau laptop, karena naskah tidak diprint atau dicetak. Saat begini
rupa, kami teringat sayembara sejenis yang diadakan ketika meja penulis masih
diramaikan tak-tik-treeeng mesin ketik, dan tukang pos masih menjadi orang
tersibuk di dunia. Pada masa itu, sebuah lomba sastra mesti menggerakkan
penulisnya ke kantor pos, membeli perangko dan lain-lain, sehingga naskah yang
terkirim diasumsikan lebih “matang”, setidaknya dari sisi teknis, seorang
penulis mesti benar-benar paham soal spasi, margin, hvs-folio, dan seterusnya. Disadari
atau tidak, proses demikian kadang menjauhkan diri dari sikap instan dan
spekulasi, dibanding zaman tekan “send” maka semua beres terkirim.
Menarik
mencermati 431 cerpen BELISTRA 2013. Betapa sastra masih ditulis. Sastra masih
memberi harapan, setidaknya itulah yang terpancang dengan cergas di mata dewan
juri. Sastra sesungguhnya tidak pernah “mengemis” memelihara generasi. Sastra
tetap ditulis, diminati, walau jelas tidak menguntungkan secara finansial.
Inilah yang membuat kami gembira bersama. Ya, sayembara sastra, khususnya cerita pendek, di
kalangan mahasiswa masih terus diminati, bahkan boleh dikatakan meningkat dari
tahun ke tahun. Dibanding Sayembara Cerpen Belistra tahun-tahun sebelumnya pun,
jumlah cerpen yang ikut bertarung tahun ini naik dua atau tiga kali lipat. Dari
sebelumnya hanya berkisar antara 150-225 cerpen, kini 500 cerpen!
Akan tetapi apakah kuantitas berbanding lurus dengan
kualitas? Ternyata tidak. Buktinya, setelah membaca layar demi layar, banyak
sekali cerpen yang rasanya sudah tak perlu lagi lanjut dibaca. Cerpen yang
baik, bagaimanapun tercermin dari paragraf pertama, bahkan kalimat pertama,
termasuk juga judulnya. Jika paragraf pertama sudah meringkas plot dan
meringkus tokoh seperti anak TK bercerita, bukankah ia tak akan menjanjikan
apa-apa? Seringkali pula alur cerita tidak masuk akal.
Berbelit-belit. Peserta kurang memahami teknik menuliskan gagasan ke dalam
sebuah kalimat. Ending cerita juga jadi aneh dan kelihatan “sangat”
dipaksakan. Padahal ada beberapa yang cukup mahir merangkai cerita, namun
kedodoran di klimaks. Terasa, banyak sekali cerita dibuat terburu-buru oleh
peserta. Mungkin tenggat dari panitia pendek, atau efek “kutukan” kantor pos
yang dilupakan, entahlah. Yang paling parah, banyak peserta tidak menguasai
teknis penggunaan tanda baca, sehingga menimbulkan “kekacauan” luar biasa di
dalam naskah. Jika itu “kekacauan” kreatif, tentu lain cerita. Tapi ini
kekacauan teknis. Padahal, untuk menjadi penulis hal teknis ini harus dikuasai
(kami pikir perlu soal-soal EYD dibaca kembali). Begitu pula judul, sering dimaknai
sebatas “kepala karangan” secara wadag. Padahal judul menyiratkan tema dan
persfektif seorang pengarang. Nah, judul yang
dibuat peserta sering tidak masuk akal, aneh, dan bombastis. Misalnya, “Persoalan Tranportasi
Massal Masyarakat Ibukota: Tinjauan Kependudukan”, sudah jelas pengarangnya tak
dapat membedakan ia ikut sayembara esei atau cerpen, bukan? Boleh saja ada
kilah bahwa bercerita dengan naif seperti anak TK bisa jadi sebuah gaya
sebagaimana dalam seni rupa, dan cerpen dan esei pun bisa diaduk sebagai gaya
baru.*
Berdasarkan
pengalaman membaca dan berbagai pertimbangan di atas, maka kami memutuskan 20
Nomine Sayembara cerpen Belistra 2013 (sesuai abjad):
1. Dengkerit dan Orang Lembah Batur karya Irfan M. Nugroho-Universitas Muhammadiyah Purwokerto
2.
Dua Mayat karya Irsyad
(Salimun Abenanza)-STT
Nuklir Batan Yogyakarta
3.
H i t a m karya Lelita
Primadani-Universitas Diponegoro
4.
Kabut Sungai karya Dwi S. Wibowo-Universitas
Negeri Yogyakarta
5.
Kematian Istriku karya Wishu Muhamad-Universitas
Pendidikan Indonesia
6.
Kembalinya Kapal Dapunta Hyang karya Wendy
Fermana-Universitas Sriwijaya
7.
M a l a b a r karya Fatih Muftih-Universitas
Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang
8.
Mangsen karya Dwi Ratih
Ramadhany-Universitas Negeri Malang
9.
Nu-Ra-Ni karya Hendra Purnama-Universitas Terbuka
Bogor
10. Nyala Menyala Nyala karya Dina Amalia
Puspa-Universitas Indonesia
11. Pada Suatu Hari yang Fiksi karya Gatot Zakaria
Manta-Politeknik Negeri Semarang
12. Penyadap Nira karya Ilyas Tanbeg-Universitas Muhammadiyah
Makassar
13. Pohon Keresahan
karya Marsten L. Tarigan-
14. Pohon Sedarah karya Muhammad Qadhafi-Universitas Negeri
Yogyakarta
15. Satu Episode, Recehan si Cacing Jalanan karya Novi
Adriyanti-UIN Sunan Gunung Djati Bandung
16. Sepotong Kelabu Dua Wanita karya Haeruddin-Universitas
Swadaya Gunung Jati
17. Suatu Hari Ada Hujan Bir karya Olwin Aldila
Perry-Universitas Udayana
18. Tanah Terlarang
karya Septiana Jaya Mustika-Universitas
Gajah Mada
19. Tongkonan Sunyi
karya Ahmad Ijazi H.-Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
20.
Trome L’oeil (Kidung
Cinta Mahadewi) karya Sulfiza Ariska-Universitas
Terbuka UPBJJ Yogyakarta
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima
kasih.
8
Nopember 2013
Dewan
Juri,
Chavchay
Syaefullah-Oka Rusmini-Raudal Tanjung Banua
*) Catatan Juri hanya kami tampilkan sebagian.
Catatan:
1.
Kepada para
nomine diharapkan menghubungi panitia via sms untuk konfirmasi kekutsertaan
pada malam anugerah.
2.
malam
anugerah dilaksanakan pada tanggal 20 s.d. 22 Nopember 2013